top of page
  • Fierofea Books

KonMari lifestyle: Cerita Kolektor Buku yang Terapkan Gaya Hidup KonMari

Penulis: Meiliza Laveda


Life truly begins only after you have put your house in order.”

—Marie Kondo—


Hai, Fieries! Apa kabar? Semoga selalu dalam keadaan baik dan sehat ya! Nah, kali ini, Fieries akan membahas tentang cerita kolektor buku yang menerapkan gaya hidup KonMari. Kira-kira seperti apa ya ceritanya? Yuk langsung disimak!


Cara untuk bahagia tidak melulu bersumber dari uang atau material. Salah satu cara yang jarang terbesit di pikiran adalah mengurangi barang yang tidak memberikan kebahagiaan atau dikenal dengan metode KonMari. Sama seperti minimalis, KonMari dapat membuat kebahagiaan langgeng.


Metode KonMari diperkenalkan oleh Marie Kondo. Menurut situs Marie Kondo, ia mengajak orang untuk melepaskan barang yang tidak lagi memberikan kebahagiaan dalam hidup. Metode ini berbeda dengan minimalis. Jika minimalisme menganjurkan hidup yang lebih sedikit, KonMari mendorong seseorang hidup bersama barang-barang yang disukai.

Metode KonMari mengajak seseorang untuk melepaskan barang-barang yang tidak lagi disukai dengan rasa penuh syukur dan memilih barang yang harus disimpan. Perlu dicatat, kamu hanya menyimpan barang yang disukai dan dihargai. Meskipun terdengar mudah, tetapi apa jadinya apabila metode KonMari diterapkan oleh kolektor buku?


Metode KonMari mengajak seseorang untuk melepaskan barang-barang yang tidak lagi disukai dengan rasa penuh syukur dan memilih barang yang harus disimpan. Perlu dicatat, kamu hanya menyimpan barang yang disukai dan dihargai. Meskipun terdengar mudah, tetapi apa jadinya apabila metode KonMari diterapkan oleh kolektor buku?


Saras, bukan nama asli yang berusia 40 tahun sudah mencintai buku sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Kecintaannya pada buku terus berlanjut hingga ia memasuki remaja. Masa SMA-nya, ia habiskan untuk membaca karya RL Stine di perpustakaan sekolah. Saking cintanya, ia kerap kali menyisihkan uang jajannya demi mengoleksi seri Fear Street dan Goosebumps. Setelah menamatkan pendidikan di SMA, ia melanjutkan studinya sebagai mahasiswa jurusan Sastra Indonesia di salah satu universitas negeri di Depok, Jawa Barat.

sumber foto: istimewa

Mengasah pendidikan di jurusan tersebut membuat ia semakin mendalami dunia sastra. Hal ini yang menjadikan Saras menjadi sosok yang sangat menyukai buku hingga memutuskan untuk menjadi kolektor. Awalnya, Saras hanya mengoleksi buku fiksi bergenre fantasi. Seiring berjalannya waktu, Saras mulai mengoleksi beberapa genre yang menarik perhatiannya.


“Saya tertarik aja sih baca buku selain genre fantasi dan mau mengoleksi juga,” kata Saras beberapa waktu lalu. Alasan itulah yang membuat koleksi buku Saras semakin bervariasi. Salah satu genre buku yang ia koleksi adalah buku-buku yang berkaitan dengan agama.


“Kebetulan, skripsi saya tentang filologi dan objek penelitian saya tentang tasawuf. Nah, sejak itu saya mulai membeli dan membaca buku-buku tentang tasawuf. Tapi setelah skripsi saya selesai, saya tetap lanjut membaca buku tentang tasawuf,” ujar dia.


Sayangnya, ketertarikannya dalam mengoleksi buku menimbulkan masalah baru, yaitu tumpukan buku yang semakin memenuhi ruang kamarnya. Tiga rak buku tidak mampu menampung koleksi Saras sehingga harus tergeletak di lantai. Saras tidak bisa menaruh koleksinya di luar ruangan kamarnya karena ia masih tinggal bersama ibu, kakak, dan keponakannya.

sumber foto: istimewa

Namun, kondisi ini tidak bertahan lama. Saat Saras sedang dalam masa sangat lelah dengan kehidupannya, perubahan datang. “Waktu itu saya lagi kayak ‘I’m so tired with my life,’ pasrah sama hidup. Saya mau bahagia dan ternyata semesta mendukung,” ucapnya.


Saras mengatakan ketika dia sedang menjelajahi internet tentang gaya hidup zero waste, ia tidak sengaja menemukan metode KonMari tahun 2017. Sejak itulah, ia mulai menerapkan apa yang dijelaskan oleh sang pelopor Marie Kondo.


Ada beberapa tahap barang yang perlu dibereskan. Namun, yang Saras lakukan hanya dua, yaitu membereskan pakaian dan buku. Untuk buku, Saras mulai menyortir buku-buku yang tidak menarik baginya.


Setelah itu, buku-buku tersebut ia sumbangkan ke pesantren milik temannya atau dijual secara daring. Tak jarang, ia juga memanfaatkan platform Twitter sebagai tempat untuk membagikan buku-bukunya. Ada saat Saras harus menahan hasrat untuk membeli buku selama tiga tahun. Bahkan, ia sampai berhenti mengikuti semua akun toko daring di media sosial yang menjual buku.


“Ada beberapa buku yang kemasannya belum saya buka tapi saya sudah sumbangkan. Ini karena saya nggak tahu buku itu akan seberapa menariknya setelah saya baca. Ini tentu berbeda bagi orang lain, ada yang mendambakannya,” tuturnya.


Meskipun hal tersebut sulit dilakukan, Saras mengaku, metode KonMari membawa kebahagiaan dalam hidupnya. Kini, Saras fokus hanya menyimpan buku-buku yang ingin simpan dan membawa kebahagiaan. Misal, seluruh karya penulis-penulis favoritnya, seperti Neil Geiman, Seno Gumira, dan Ahmad Tohari.


“Kalau buku-buku yang saya suka penulisnya, saya simpan dan kumpulkan. Apalagi karya-karya yang sepertinya sudah tidak diterbitkan lagi,” tambahnya.

 

Selalu pantengin twitter Fierofea di @fierofeabooks dan IG @fierofea.books biar gak ketinggalan informasi lainnya ya!

Let's #SpreadSofea with Fierofea, Fieries!



bottom of page