top of page
  • Fierofea Books

Hati-hati sama Book Shaming!

Penulis: Rahma Fadhila


“Ih, udah gede masih aja baca komik!”
“Ew, bacaanya buku wattpad, alay.”
“Bacaannya teen lit? gue sih bacaannya kayak Sapiens, Bumi Manusia…”

SHUHH! Sebel banget gak sih sama orang yang kerjaannya ngomentarin buku bacaan kita? Dianggap gak sesuai umur lah, aneh lah, bla bla bla. Buat apa coba, ngotak-ngotakin orang menurut buku yang mereka baca?

Fieries pernah mengalami hal ini? Wah, hati-hati kena book shaming!


Book Shaming - Fierofea Books Blog

Hah? Book Shaming itu apa?

Book shaming merupakan tindakan mengomentari pilihan buku bacaan seseorang, sehingga ia merasa minder, malu bahkan mulai membaca buku yang gak ia suka demi penilaian orang lain.

Isu book shaming sendiri mulai sering diperbincangkan, padahal prakteknya sudah terjadi sejak lama. Sayangnya, gak jarang tindakan book shaming juga dilakukan oleh sesama pembaca.


Misalnya:

  • Fieries dianggap kekanak-kanakan karena suka baca komik, padahal komik bisa dibaca semua kalangan. Bahkan, sebenarnya komik juga punya rating umur yang berbeda-beda.

  • Fieries dianggap sok intelek karena membaca buku-buku "berat" dan "berisi"

  • Membaca buku puisi dibilang sok ngerti dan sok puitis

  • "lu kok bacanya genre itu? gue dong, ini."

dan masih banyak lagi. Ck ck ck, gak habis pikir.



Terus, gimana sih caranya buat tau kalau kita udah jadi korban book shaming?

  1. Gak pede baca buku tertentu di depan umum Kadang-kadang komentar orang lain ngebuat kita mikir dua kali, emangnya aneh ya kalo aku baca buku ini? Emangnya genre ini gak cocok dengan usiaku? Karena pikiran-pikiran itu, kita jadi memperhatikan pandangan publik. Bahkan, sampai takut merekomendasikan buku-buku bacaan kita. Padahal, gak ada yang salah dengan buku itu. Perlu dipahami kalau gak ada yang namanya buku buruk. Selalu ada hal-hal dan nilai yang bisa kita ambil dari buku apapun.

  2. Bohong sama diri sendiri Lagi-lagi karena omongan orang lain, kita jadi pura-pura suka sama buku yang dianggap lebih "keren" dan "normal". Kita mulai beli dan memaksakan diri buat baca buku tersebut, alhasil gak bisa menikmati dan menangkap nilai-nilai yang ada di dalamnya. Percuma banget kan? Padahal tujuan dari membaca itu sendiri ya untuk menghibur atau mendapatkan ilmu baru. Hobi membaca malah jadi gak terasa menyenangkan lagi.

  3. Takut dan merasa bersalah Kita jadi takut mengakui kalo kita tuh, suka sama buku yang lagi kita baca dan gak mau dianggap gak sesuai. Akibatnya jadi merasa bersalah, dan (lagi-lagi) kepikiran sama pandangan orang lain. Kita juga mulai mengganggap kalau orang lain bacaannya lebih "wah" dan merasa harus seperti mereka.

Huhu, kasian banget. Untung aku gak pernah kayak gitu.
Hmm, beneran gak pernah kok.
...beneran!

Hati-hati! Jangan-jangan secara gak sadar kita pernah menjadi pelaku. Soalnya, book shaming ini bisa menular, loh! Karena pandangan orang lain bisa mempengaruhi kita, sehingga kita ikut-ikutan menilai bacaan orang lain.

Terus, apa sih tanda-tanda kalau seseorang melakukan book shaming?

  1. Merasa superior karena membaca genre buku tertentu Mereka merasa genre yang mereka baca adalah yang terbaik dan memandang rendah genre-genre lain. Seakan-akan, cuma bacaan mereka yang paling top dan bermutu. Padahal setiap orang punya selera masing-masing.

  2. Membanding-bandingkan buku zaman sekarang dengan yang dulu Mereka pikir, buku zaman sekarang gak ada apa-apanya dan mengira pembacanya tidak mengenal buku terdahulu. Padahal, gak perlu sampai membandingkan. Setiap zaman punya gaya, nilai dan ciri khas yang berbeda.

  3. Mengkotak-kotakkan pembaca Kalo remaja, bacaannya teen lit. Kalo cewek, pasti sukanya romance. Kalo motivator, kerjaannya baca buku self improvement doang. Sering kali mereka mengelompokkan pembaca bedasarkan kriteria tertentu. Makanya, ketika pembaca tersebut gak sesuai dengan apa yang mereka kira. akan dianggap aneh.

  4. Men-judge orang lain bedasarkan buku bacaannya Mereka menganggap bahan bacaan orang lain gak berbobot dan gak berguna. Bahkan, ada aja yang menyambungkan buku bacaan dengan kepribadian dan prestasi orang itu. Misal, pembaca yang suka baca romance itu orangnya gampang baper atau pembaca yang baca buku-buku best-seller cuma ngikutin tren.

  5. Meremehkan penulis tertentu Sering kali mereka mengagung-agungkan tokoh-tokoh tertentu. Ya, gak salah kok kalau kita mengagumi seseorang. Tapi, gak perlu meremehkan penulis-penulis lain dan mengejek karya mereka itu gak berkualitas seperti tokoh yang dikagumi.


Terus, gimana caranya biar kita gak melakukan book shaming?

Cukup pahami dan sadari kalau minat dan kesukaan tiap orang itu beragam. Kita semua punya hak untuk memilih apa yang mau kita baca dan bacaan itu gak bisa menjadi tolak ukur untuk menilai kepribadian seseorang.

Yang terpenting, belajar untuk menghargai orang lain ya!

 

Fieries punya pengalaman seputar book shaming? Yuk bagi pengalaman kalian dan mention twitter Fierofea di @fierofeabooks dan IG @fierofea.books! Jangan lupa share blog Fierofea agar orang-orang semakin sadar tentang isu ini.

Let's #SpreadSofea with Fierofea, Fieries!

bottom of page